Tampilkan postingan dengan label Religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Religi. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Juli 2011

Ketauhidan



Tauhid termasuk rukun pertama dari Ushuluddin. Tauhid adalah meyakini bahwa Tuhan semesta alam adalah Esa. Ia tidak tersusun dari bagian dan sifat-sifat(-Nya).

Kami akan menyebutkan sebagian argumentasi mengenai hal ini.

Ketika kita memperhatikan seluruh makhluk yang berada di alam semesta ini, kita akan memahami bahwa di dalamnya terdapat sebuah keteraturan khusus yang mendominasinya. Meskipun di antara spisies makhluk tersebut terdapat perbedaan dan kontradiksi yang nyata, serta memiliki perbedaan dalam segi kualitas dan kuantitas, akan tetapi mereka semua saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, layaknya anggota badan, dan diatur oleh satu sistem dan undang-undang.

Jelas bahwa kesatuan sistem dan susunan yang khas ini tidak akan terealisasikan kecuali dengan keesaan pencipta. Di dalam al-Quran Allah berfirman:


وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَ لَعَلاَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ

“Dan tidak terdapat tuhan lain bersama-Nya. Jika demikian, niscaya setiap tuhan akan pergi membawa ciptaannya (ke suatu tempat tersendiri dan ia akan mengaturnya) dan sebagian dari mereka akan lebih tinggi dari lainnya.”[1]

Dengan kata lain, meskipun seluruh makhluk alam semesta ini memiliki bentuk yang beraneka-ragam dan hakikat yang berbeda, akan tetapi mereka mengikuti satu aturan, dan setiap dari mereka sesuai dengan kemampuan wujudnya menempuh jalannya masing-masing. Atas dasar ini, mereka terjaga dari kehancuran dan kerusakan. Hal ini tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya keesaan pencipta mereka.

Di dalam al-Quran Allah telah mengisyaratkan kepada argumentasi ini seraya berfirman:

لَوْ كَانَ فِيْهِمَا آلِهَةٌ إِلاَّ اللهَ لَفَسَدَتَا

“Seandainya di dalam langit dan bumi itu terdapat tuhan-tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan hancur berantakan.”[2]

Ya! Dengan merenungkan diri sendiri, seluruh binatang yang bernyawa, pegunungan, padang sahara, hutan, lautan, bumi, langit, matahari, bintang-gumintang, siang dan malam, pergantian musim dalam setahun ... dan keteraturan yang mendominsainya, kita akan yakin bahwa seluruh alam semesta ini dengan sistemnya yang teratur dan menakjubkan itu adalah ciptaan seorang Pencipta Yang Maha Esa dan tak bersekutu. Ia telah bersaksi atas keesaan diri-Nya dalam firman-Nya:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ

“Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Ia.”[3]

Ia juga telah menyifati diri-Nya dengan keesaan dan ketidakbersekutuan seraya berfirman:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ * قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ * اَللهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang * Katakanlah: ‘Ia adalah Allah Maha Esa * Allah yang tidak membutuhkan kepada selain-Nya dan selain-Nya membutuhkan kepada-Nya * Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan * Dan tiada seorang pun yang serupa dengan-Nya.”

Amirul Mukminin Ali as pernah berpesan kepada putra beliau, Imam Hasan as:

وَ اعْلَمْ يَا بُنَيَّ أَنَّهُ لَوْ كَانَ لِرَبِّكَ شَرِيْكٌ لَأَتَتْكَ رُسُلُهُ وَ لَرَأَيْتَ آثَارَ مُلْكِهِ وَ سُلْطَانِهِ وَ لَعَرَفْتَ أَفْعَالَهُ وَ صِفَاتِهِ، وَ لَكِنَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ

“Wahai putraku! Ketahuilah jika Tuhanmu memiliki sekutu, para utusannya juga pasti datang kepadamu, engkau akan melihat tanda-tanda kerajaan dan kekuasaannya dan mengenal pekerjaan dan sifat-sifatnya. Akan tetapi, Ia adalah Tuhan Yang Maha Esa seperti Ia telah menyifati diri-Nya.”[4]

Ya! Alam semesta ini memiliki Pencipta Yang Maha Esa, Maha Bijkasana dan Maha Kuasa. Seluruh wujud, kekekalan dan perputaran alam semesta ini berasal dari-Nya. Tidak satu pun makhluk yang dapat keluar dari kekuasaan-Nya, dan Ia adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ia tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Ia tidak terbentuk dari materi. Ia adalah Maha Tunggal dan Maha Tak Terbatas. Ia mengetahui segala sesuatu. Ia menguasi seluruh alam semesta. Ia ada dan akan selalu ada.

Proses Perjalanan Ketauhidan

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ulul Albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka periharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran :191-192).

Kalau anda perhatikan ayat di atas, disebutkan orang-orang yang berakal adalah orang yang ingat kepada Allah (sadar akan Allah), kalimat ini di tempatkan pada awal sebelum berfikir (merenungkan langit dan bumi). Dan kedudukan kalimat yadzkurunallah sebagai ma'tuf (tempat bersandarnya kalimat sesudahnya) dengan disambung kata "wa" (dan) menunjukkan kata yadzkurunallah merupakan dasar dari segala ilmu pengetahuan karena yadzkurunallah (ingat kepada Allah) menghasilkan intuisi atau ilham yang merupakan pangkal ide-ide besar bagi yang ingin merenungi alam semesta.

Mengapa pada ayat ini menempatkan "berfikir" setelah "mengingat Allah" bahkan kedudukannya jauh lebih rendah dari pada kesadaran (ingat). Secara universal kata "ingat" saya terjemahkan "kesadaran", karena ingat atau kesadaran bukanlah berfikir.

Pertama, apakah sebenarnya berfikir? Secara umum setiap perkembangan dalam idea, konsep dan sebagainya dapat disebut berfikir. Umpamanya, jika seseorang bertanya kepada saya, apakah yang sedang kamu pikirkan? Mungkin saya menjawab saya sedang memikirkan calon istri saya yang berada sangat jauh di luar kota. Hal ini berarti bahwa bayangan, kenangan, kerinduan, kecintaan dan sebagainya hadir dan ikut mengikuti dalam kesadaran saya. Karena itu maka definisi yang paling umum dari berfikir adalah perkembangan idea dan konsep. Kalau anda perhatikan sebelum terjadi proses berfikir, yang mula-mula muncul adalah kesan, yaitu keadaan rindu, perasaan, dan keadaan kecamuk di hati. Kemudian barulah kita mengamati, memperhatikan, mengapa hatiku gelisah begini, mengapa perasaan tidak bisa dikendalikan dst.

Akan tetapi bagaimana pengamatan dan analisa terhadap keadaan seperti itu akan membuahkan pengetahuan bagi kita? Seseorang mungkin berpikir bahwa objek yang ingin kita ketahui sebenarnya sudah ada, sudah tertentu (given) dan sudah dialami, jadi di sini tak diperlukan adanya pemikiran, yang harus dilakukan hanyalah sekedar membuka mata kita atau memusatkan perhatian (intidhzar) kita terhadap objek tersebut itulah yang disebut berfikir.

Mari kita kembali kepada persoalan rasa rindu tadi, dimana objek yang ingin di ketahui sudah ada (baca: dirasakan) yang harus disadari adalah bahwa objek tersebut tak pernah sederhana. Biasanya objek itu sangat rumit. Mungkin mempunyai beratus-ratus segi, aspek, karakteristik dan sebagainya. Pikiran kita tak mungkin mencakup semua dalam suatu ketika. Dalam rangka untuk mengenal benar-benar obyek semacam itru, seseorang harus dengn rajin memperhatikan semua seginya, membanding-bandingkan apa yang telah dilihatnya, dan selalu melihat serta menganalisis objek tersebut dari berbagai pendirian yang berbeda. Kesemuanya ini adalah BERFIKIR.

Berbeda dengan jiwa. dia mempunyai sensasi dan keadaan yang datang tidak melalui proses berfikir, seperti rasa cinta rasa rindu dan rasa benci - semua datang tanpa perantara berfikir maupun belajar terlebih dahulu. Keadaan itu muncul begitu saja kemudian fikiran memperhatikan sensasi fenomena itu - akan tetapi jiwa merasakan dan mengerti secara sempurna.

Jiwa bisa membedakan mana yang bisa dirasakan enak (baik) dan yang dirasakan tidak enak (buruk). Coba anda perhatikan seorang bayi yang bisa menolak (menangis) ketika merasakan tidak enak, dan akan tersenyum ketika menerima sesuatu yang menyenangkan. Padahal bayi tersebut tidak pernah belajar tersenyum dan menangis, dan tidak pernah tahu proses berfikir sebelumnya untuk itu. Keadaan ini membantah pendapat bahwa melakukan sesuatu harus dipikirkan terlebih dahulu, keadaan itu begitu saja muncul tanpa melalaui proses berfikir.

Mungkin saat pertama kali anda mengalami rasa cinta pertama, tidak menyadari dari mana rasa itu muncul, sebelumnya rasa itu tidak pernah anda pelajari dan terpikirkan. Keadaan itu tiba-tiba menyelimuti hati dan perasaan dan berakibat kepada gejala-gejala fisik yang menunjukkan sensasi itu. Letupan-letupan itu anda bisa rasakan tanpa terencana, kemudian barulah pikiran anda mengamati fenomena rasa itu, yang di sebut berfikir.

Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memhami apa yang baik dan yang buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Pengertian baik dan buruk tidak di lalui oleh pengalaman, akan tetapi telah ada sejak pertama kali ruh ditiupkan.

"Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan." (QS. Asy Syams : 7-8)

Imam Al Ghazaly menamakan pengertian apriori sebagai pengertian "Awwali", dari mana pengertian-pengertian tersebut diperoleh, sebagaimana ucapannya: "pikiran menjadi sehat dan berkeseimbangan kembali dan dengan aman serta yakin dapat menerima kembali segala pengertian-pengertian awwali dari akal itu. Semua itu terjadi tidak dengan mengatur alasan atau menyusun keterangan, melainkan dengan Nur (cahaya / pencerahan / kesadaran tinggi) yang dipancarkan Allah Swt. ke dalam batin manusia."

Disini Al Ghazaly mengembalikannya ke dasar pengertian awwali yaitu pengertian ilahiyah (ilham). Sedangkan plato menyebutnya "idea", - ia mengungkapkan bahwa idea hakekatnya sudah ada, tinggal manusia mencarinya dengan menenangkan pikiran atau disebut mencari inspirasi bagi seniman. Jelasnya idea bukan timbul dari pengalaman atau ciptaan pikiran sehingga menghasilkan idea.

Islam meletakkan jiwa/ hati sebagai pusat kesadaran manusia, bukan pikirannya.

"Apakah mereka tidak pernah bepergian di muka bumi ini supaya hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang ditelinganya untuk di dengarkan? sebenarnya yang buta bukan mata, melainkan "HATI" yang ada didalam dada." (QS. Al Hajj: 46)

"Memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak memahaminya, begitu pula liang telinganya telah tersumbat." (QS. Al Kahfi:57)

"Apakah mereka tidak merenungkan isi Alqur'an ? atau hati mereka yang terkunci?" (QS. Muhammad :24)

"Jangan turutkan orang yang hatinya telah Kami alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan." (QS. Al Kahfi: 28)

"Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan
jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tidak dipergunakan untuk mendengar, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi, mereka adalah orang-orang yang alpa (tidak berdzikir)." (QS. Al Araaf: 179).

Penjelasan Allah mengenai pemahaman bukanlah dari fikirannya akan tetapi dari hatinya atau jiwanya. Karena jiwa itulah yang menangkap pengertian atau pemahaman yang mengalir berupa intuisi atau ilham. Barulah muncul pengamatan dan analisa yang kemudian disebut berpikir/pikiran. Jadi islam sangat mengutamakan kesadaran jiwa, karena jiwa lebih luas dan cerdas dari pada pikiran. Untuk itu pikiran hanyalah mengikuti keadaan jiwa, bahkan kadang pikiran tidak mampu mengungkapkan keadaan jiwa. Belakangan ini kita telah mendengar bahwa jiwa lebih memiliki potensi pengetahuan yang maha luas dari pada pikiran. Hal ini telah di akui oleh para Ahli psikologi modern.

Mari kita perhatikan pada surat Al Araaf: 179 dasar-dasar ontologi ilmu yang dikembangkan sebagai analisa pengetahuannya adalah, hati, telinga, mata dst. Jadi Islam mendahulukan analisanya melalui ilham / intuisi, kemudian berfikir, memperhatikan (intidhzar), afala ta'qiluun, afala tubshirun, afala tatafakkarun dst.

Read More

MAKNA TAUHID ULUHIYAH DAN TAUHID ADALAH INTI DAKWAH PARA RASUL

Uluhiyah adalah Ibadah
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat). Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu'." [An-Nahl : 36]

"Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." [Al-Anbiya' : 25]

Setiap rasul selalu melalui dakwahnya dengan perintah tauhid uluhiyah. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib, dan lain-lain:

"Artinya : Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi-mu selainNya." [Al-A'raf: 59, 65, 73, 85].

"Artinya : Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, 'Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya'." [Al-Ankabut : 16]

Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Artinya : Katakanlah, 'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama'." [Az-Zumar : 11]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri bersabda:

"Artinya : Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Kewajiban awal bagi setiap mukallaf adalah bersaksi laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), serta mengamalkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disem-bah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu...". [Muhammad : 19]

Dan kewajiban pertama bagi orang yang ingin masuk Islam adalah mengikrarkan dua kalimah syahadat.

Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adalah maksud dari dakwah para rasul. Disebut demikian, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah).

Juga disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."

Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]

"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]

"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]

Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]

"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].

"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151]

Fitrah Manusia adalah Tauhid

Allah menciptakan seluruh makhluq adalah hanya untuk beribadah kepadaNya. Allah sediakan bagi mereka segala hal yang mendukungnya diantaranya ialah rizki. Allah berfirman: Melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh (Adz-Dzariyat: 56-58)

Jiwa manusia dengan fitrahnya, jika dibiarkan (tanpa ada pengaruh dari luar) akan tumbuh mengakui Allah, uluhiyahNya, mencintaiNya, menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun. Oleh karena itu tauhid terpusatkan pada fitrah, sedangkan syirik adalah hal baru dan pendatang dalam fitrah tersebut. Allah berfirman: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (Ar-Rum: 30)

Dari Abu Hurairah beliau berkata, Nabi bersabda:
“Tidak ada seorangpun anak manusia melainkan dilahirkan berdasarkan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang berperan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” (Muttafaq ‘Alaih)

Awal Mula Penyelewengan Aqidah dalam Sejarah Manusia

Penyelewengan aqidah mulai terjadi pertama kali ialah pada kaum Nuh. Beliau merupakan rasul yang pertama. Dalam kaitan ini, Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya] (An-Nisa’: 163)

Ibnu Abas berkomentar: Jarak waktu antara nabi Adam dengan nabi Nuh adalah sepuluh abad, semua manusia pada waktu itu masih dalam keadaan bertauhid.

Sedangkan penyebab munculnya syirik pada mulanya ialah berlebih-lebihan dalam menilai orang-orang shalih dan mengangkat kedudukan makhluk setara dengan Khalik. Dalam kitab Bukhari Muslim, disebutkan dari Ibnu Abas, -beliau berkata mengenai ayat- [Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr] (Nuh: 23) Ini adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisiki kaumnya agar membangun di tempat duduk-duduk mereka beberapa patung dan memberi nama dengan nama-nama mereka. Maka mereka lakukan dan tidak menyembahnya hingga generasi mereka semua habis dan mulai dilupakan, maka mulai disembah. Oleh karena itu Allah melarang ghuluw (berlebih-lebihan dalam suatu perkara) dengan firmanNya: [Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian] (An-Nisa: 71). Semua itu disebabkan karena bercampur aduknya antara perkara haq dan batil. Hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya dua perkara, yaitu:

1. Mencintai orang-orang shalih, untuk itu mereka ciptakan patung mereka sebagai ungkapan kecintaan dan kesukaan untuk melihat wajah-wajah mereka.
2. Bahwasanya ahli ilmu dan agama menginginkan –dengan hal ini- kebaikan, yaitu dapat menjadikannya lebih bersemangat dalam beribadah tetapi keinginan ini menjadi berubah setelah mereka tidak ada.

Maka kita bisa menyimpulkan, bahwasanya orang yang ingin memperkokoh agamanya dengan perbuatan bid’ah, maka sesungguhnya bahaya dan efek negatifnya lebih banyak daripada manfaat dan efek positivnya. Seperti ini pulalah orang yang berlebih-lebihan terhadap diri Nabi, hingga memperingati hari kelahirannya. Mereka –dengan bid’ah ini- sebenarnya menginginkan kebaikan, akan tetapi dampak negativnya lebih besar daripada faedahnya.

Mengenai hal ini, Nabi telah bersabda :

“Janganlah kalian berlebih-lebihan mengenai diriku seperti orang-orang nasrani berlebih-lebihan dalam diri Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah –mengenai diriku- hamba Allah dan utusanNya” (HR. Bukhari)

“Hindarilah ghuluw, karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah sikap ghuluw” (Muttafaq ‘Alaih)

Orang-orang Arab setelah itu adalah menganut agama Ibrahim (tauhid) hingga datanglah Amru bin Luhayy Al-Khuzai. Maka dia rubah agama Ibrahim dan mendatangkan berhala-berhala ke tanah Arab, utamanya ke tanah Hejaz. Lalu berhala-berhala tersebut disembah selain Allah dan menyebarlah syirik secara luas di negeri yang suci ini dan sekitarnya sampai Allah mengutus Nabi kita Muhammad. Beliau mengajak manusia kembali ke tauhid yaitu mengikuti agama Ibrahim dan berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh hingga kembali tersebar agama tauhid agama Ibrahim dan hancur berantakan aneka ragam berhala yang ada serta Allah sempurnakan agama dan nikmatNya untuk seluruh manusia.

Hal tersebut berlangsung sesuai dengan jalan Rasul pada abad yang terbaik dari permulaan umat Islam hingga tersebar luasnya kebodohan pada abad-abad belakangan ini dan masuknya agama-agama yang lain. Maka kembalilah syirik tersebar luas di kalangan umat manusia karena para pengajak ke arah yang sesat, adanya bangunan di atas kuburan dengan dalih memuliakan wali atau orang shalih dan pengakuan rasa cinta mereka hingga mereka bangun di atas kuburannya beberapa makam (bangunan) serta menjadikan patung yang lama-kelamaan disembah selain Allah dengan berbagai macam amal taqarrub seperti doa, minta pertolongan, berkurban dan bernadzar untuk mendatangi makam mereka.
Mereka menyebut syirik ini sebagai alat tawassul kepada orang-orang shalih dan sebagai bukti rasa cintanya terhadap mereka bukan menyembahnya seperti perkiraan kebanyakan mereka. Mereka lupa bahwa hal ini adalah seperti yang pernah diucapkan kaum musyrikin tempo dulu.



Read More

TAUHID RUBUBIYAH


MENGHARUSKAN ADANYA TAUHID ULUHIYAH

Hal ini berarti siapa yang mengakui tauhid rububiyah untuk Allah, dengan mengimani tidak ada pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam kecuali Allah, maka ia harus mengakui bahwa tidak ada yang berhak menerima ibadah dengan segala macamnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala . Dan itulah tauhid uluhiyah.

Tauhid uluhiyah, yaitu tauhid ibadah, karena ilah maknanya adalah ma'bud (yang disembah). Maka tidak ada yang diseru dalam do'a kecuali Allah, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih kurban atau bernadzar kecuali untukNya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali untukNya dan karenaNya semata.

Jadi, tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid uluhiyah . Karena itu seringkali Allah membantah orang yang mengingkari tauhid uluhiyah dengan tauhid rububiyah yang mereka akui dan yakini. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." [Al-Baqarah : 21-22]


Allah memerintahkan mereka bertauhid uluhiyah, yaitu menyem-bahNya dan beribadah kepadaNya. Dia menunjukkan dalil kepada mereka dengan tauhid rububiyah, yaitu penciptaanNya terhadap manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, penciptaan langit dan bumi serta seisinya, penurunan hujan, penumbuhan tumbuh-tumbuhan, pengeluaran buah-buahan yang menjadi rizki bagi para hamba. Maka sangat tidak pantas bagi mereka jika menyekutukan Allah dengan yang lainNya; dari benda-benda atau pun orang-orang yang mereka sendiri mengetahui bahwa ia tidak bisa berbuat sesuatu pun dari hal-hal tersebut di atas dan lainnya.

Maka jalan fitri untuk menetapkan tauhid uluhiyah adalah berdasarkan tauhid rububiyah. Karena manusia pertama kalinya sangat bergantung kepada asal kejadiannya, sumber kemanfaatan dan kemadharatannya. Setelah itu berpindah kepada cara-cara ber-taqarrub kepadaNya, cara-cara yang bisa membuat ridhaNya dan yang menguatkan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya. Maka tauhid rububiyah adalah pintu gerbang dari tauhid uluhiyah. Karena itu Allah ber-hujjah atas orang-orang musyrik dengan cara ini. Dia juga memerintahkan RasulNya untuk ber-hujjah atas mereka seperti itu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Katakanlah: 'Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tanganNya berada keku-asaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)Nya, jika kamu mengeta-hui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al-Mu'minun : 84-89]

"Artinya : (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; ..." [Al-An'am : 102]

Dia berdalil dengan tauhid rububiyah-Nya atas hakNya untuk disembah. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi tujuan dari pencipta-an manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." [Adz-Dzariyat : 56]

Arti " Ya'buduun " adalah mentauhidkanKu dalam ibadah. Seorang hamba tidaklah menjadi muwahhid hanya dengan mengakui tauhid rububiyah semata, tetapi ia harus mengakui tauhid uluhiyah serta mengamalkannya. Kalau tidak, maka sesungguhnya orang musyrik pun mengakui tauhid rububiyah, tetapi hal ini tidak membuat mereka masuk dalam Islam, bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi mereka. Padahal mereka mengakui bahwa Allah-lah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: 'Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: 'Allah', ..." [Az-Zukhruf : 87]

"Artinya : Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?', niscaya mereka akan menjawab: 'Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Ma-ha Mengetahui'." [Az-Zukhruf : 9]

"Artinya : Katakanlah, 'Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab: "Allah". [Yunus : 31]

Hal semacam ini banyak sekali dikemukakan dalam Al-Qur'an. Maka barangsiapa mengira bahwa tauhid itu hanya meyakini wujud Allah, atau meyakini bahwa Allah adalah Al-Khaliq yang mengatur alam, maka sesungguhnya orang tersebut belumlah mengetahui hakikat tauhid yang dibawa oleh para rasul. Karena sesungguhnya ia hanya mengakui sesuatu yang diharuskan, dan meninggalkan sesuatu yang mengharuskan; atau berhenti hanya sampai pada dalil tetapi ia meninggalkan isi dan inti dari dalil tersebut.

Di antara kekhususan ilahiyah adalah kesempurnaanNya yang mutlak dalam segala segi, tidak ada cela atau kekurangan sedikit pun. Ini mengharuskan semua ibadah mesti tertuju kepadaNya; pengagungan, penghormatan, rasa takut, do'a, pengharapan, taubat, tawakkal, minta pertolongan dan penghambaan dengan rasa cinta yang paling dalam, semua itu wajib secara akal, syara' dan fitrah agar ditujukan khusus kepada Allah semata. Juga secara akal, syara' dan fitrah, tidak mungkin hal itu boleh ditujukan kepada selainNya.

TAUHID RUBUBIYAH DAN PENGAKUAN ORANG-ORANG MUSYRIK TERHADAPNYA

Tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam Rububiyah, ikhlas beribadah kepadaNya, serta menetapkan bagiNya Nama-nama dan Sifat-sifatNya. Dengan demikian, tauhid ada tiga macam: Tauhid Rububiyah , Tauhid Uluhiyah serta Tauhid Asma' wa Sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu memiliki makna yang harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara ketiganya.

Makna Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala perbuatanNya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu ..." [Az-Zumar: 62]

Bahwasanya Dia adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, ..." [Hud : 6]

Dan bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." [Ali Imran: 26-27]

Allah telah menafikan sekutu atau pembantu dalam kekuasaan-Nya. Sebagaimana Dia menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberian rizki. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan (mu) selain Allah ..." [Luqman: 11]

"Artinya : Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizkiNya?" [Al-Mulk: 21]

Allah menyatakan pula tentang keesaanNya dalam rububiyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." [Al-Fatihah: 2]

"Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam." [Al-A'raf: 54]

Allah menciptakan semua makhlukNya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menye-kutukan Allah dalam ibadah juga mengakui keesaan rububiyah-Nya.

"Artinya : Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al-Mu'minun: 86-89]

Jadi, jenis tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat mana pun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakuiNya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan para rasul yang difirmankan Allah:

"Artinya : Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?" [Ibrahim: 10]

Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir'aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakiniNya. Sebagaimana perkataan Musa alaihis salam kepadanya:

"Artinya : Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan binasa". [Al-Isra': 102]

Ia juga menceritakan tentang Fir'aun dan kaumnya:

"Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya." [An-Naml: 14]

Begitu pula orang-orang yang mengingkarinya di zaman ini, seperti komunis. Mereka hanya menampakkan keingkaran karena ke-sombongannya. Akan tetapi pada hakikatnya, secara diam-diam batin mereka meyakini bahwa tidak ada satu makhluk pun yang ada tanpa Pencipta, dan tidak ada satu benda pun kecuali ada yang membuatnya, dan tidak ada pengaruh apa pun kecuali pasti ada yang mempenga-ruhinya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." [Ath-Thur: 35-36]

Perhatikanlah alam semesta ini, baik yang di atas maupun yang di bawah dengan segala bagian-bagiannya, anda pasti mendapati semua itu menunjukkan kepada Pembuat, Pencipta dan Pemiliknya. Maka mengingkari dalam akal dan hati terhadap pencipta semua itu, sama halnya mengingkari ilmu itu sendiri dan mencampakkannya, keduanya tidak berbeda.

Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang komunis saat ini hanyalah karena kesombongan dan penolakan terhadap hasil renungan dan pemikiran akal sehat. Siapa yang seperti ini sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk menertawakan dirinya.

Read More

Tauhid

Tauhid (disebut juga Tawheed atau Tawhid; Arab توحيد), adalah konsep dalam Islam yang mempertegas keesaan Allah, atau mengakui bahwa tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dzat, Sifat, Af'al dan Asma Allah.

Tauhid, Kaidah Islam Utama dan Paling Agung

Sesungguhnya kaidah Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar; satu-satunya yang diterima dan diridloi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa untuk hamba-hamba Nya, yang merupakan satu-satunya jalan menuju kepada Nya, kunci kebahagiaan dan jalan hidayah, tanda kesuksesan dan pemelihara dari berbagai perselisihan, sumber semua kebaikan dan nikmat, kewajiban pertama bagi seluruh hamba, serta kabar gembira yang dibawa oleh para rasul dan para nabi adalah IBADAH HANYA KEPADA ALLAH Subhaanahu Wa Ta'ala SEMATA TIDAK MENYEKUTUKANNYA.

Bertauhid dalam semua keinginannya terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, bertauhid dalam urusan penciptaan, perintah-Nya dan seluruh asma (nama-nama) dan sifat-sifat Nya.

Dalil Al Qur'an Tentang Keutamaan & Keagungan Tauhid

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)

"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS At Taubah: 31)

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)." (QS Az Zumar: 2-3)

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayyinah: 5)

Pendapat Ulama

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya." (Majmu' Fatawa 15/25)

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.

Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayyaan, hal 4)


Tauhid dapat dipecah dalam 3 aspek yakni bertauhid dalam kekuasaan Tuhan rububiyyah, ibadah uluhiyyah dan dalam nama dan sifat Allah (Asma wa Sifat).

Rububiyyah

Yakni mempercayai dan mengakui bahwa hanya Allah dengan menggunakan nama Rabb satu-satunya yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara serta menjaga seluruh Alam Semesta. Mempercayai adanya entitas lain yang melakukan hal ini adalah melanggar prinsip tauhid.

Kutipan Al Quran surat Az Zumar ayat 62 : Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu

Pengertian Robb/Robbun :

Tuhan yang memelihara dan menguasai Al Quran (an-Anaas 114:1), (Al-Fatihah 1:2)
Pemelihara, Pendidik, Pengatur (Al-Israa 17:24), (Ali-'Imran 64)

Makna Allohu Robbun :

Robbu An-Naas, Robbu Kulla Syai'in, Robbul 'alamiin, Robbul 'Arsy = Laa Robba Illalloh ".(Al-An'aam 6:164),)
(Asy-Syu'araa' 26:23-28), (Al-Mu'minuun 23:116)

Wujudnya :

Kitabulloh wa Sunnatulloh; Hukum 'Alam. (An-Nahl 16:89),(Al-An'aam 6:38),(Faathir 35:43-44), (Al-Baqoroh 2:164)

Uluhiyyah/Ibadah

Bahwa hanya kepada Allah setiap ibadah dialamatkan, dan hanya Allah semata yang layak disembah. Ibadah yang diperuntukkan bagi selain Allah adalah bentuk penyalahan terhadap doktrin tauhid.(Al-Fatihah 1:1-5)

Ma'na Ilah :

Mahbubun, Ma'budun dan Mutma'annatun (Al-Baqoroh 2:165), (Al-Baqoroh 2:138), (Al-Kafiruun 109:1-6).

Allohu Ilaahun :

Ilahu An-Nas, Ilaahu as-Samaawaati wal Ardl = Laa Ilaaha Illalloh (Al-Baqoroh 2:163), (Al-Anbiya 21:21-22)

Wujudnya :

Ibadurrohman / Ibadulloh atau masyarakat manusia yang mengabdi kepada Alloh.Al-Furqoon 25:63-77),(Al-Fajr 89:27-30)

Asma wa Sifat

Bahwa sesuai nama dan sifat(karakteristik) Allah yang disebutkan baik oleh Al Qur'an maupun diriwayatkan oleh Rasulullah SAW adalah hanya berhak disandang oleh Allah itu sendiri.

Tauhid (bahasa Arab: توحيد) merupakan konsep monoteisme Islam yang mempercayai bahawa Tuhan itu hanya satu. Tauhid ialah asas Aqidah. Dalam bahasa Arab, "Tauhid" bermaksud "penyatuan", sedangkan dalam Islam, "Tauhid" bermaksud "menegaskan penyatuan dengan Allah". Lawan untuk Tauhid ialah "mengelak daripada membuat", dan dalam bahasa Arab bermaksud "pembahagian" dan merujuk kepada "penyembahan berhala".

Orang Islam mempercayai bahawa Allah tidak boleh disamakan dengan makhluk atau konsep yang lain. Monoteisme Islam adalah mutlak, bukannya relatif atau majmuk dalam semua erti kata perkataan ini. Oleh itu, orang Islam menolak konsep Triniti yang dipegang oleh kebanyakan orang Kristian yang memerihalkan Tuhan sebagai tiga makhluk.


Read More

Diberdayakan oleh Blogger.